Yang Kurang dari Penjelasan Ilmuwan tentang Lionel Messi
sumber gambar: fcbarcelona.com |
Setiap abad punya pemain besar. Jika ditarik dalam skala yang lebih kecil,
tiap dekade juga memiliki primus inter
pares-nya.
Apabila saya katakan Zinedine Zidane sebagai pesepak bola terbaik pada
dekade 2000-an, saya kira tidak ada yang keberatan. Prestasi terbesar Zizou
memang pada tahun 1998 alias dekade 1990-an tatkala membawa Prancis juara dunia.
Tapi semua kita yang menyaksikan sepak bola pada tahun 2000-an bisa menilai
bahwa pesona Zidane di Juventus, Madrid, atau timnas Prancis mengalahkan semua
pemain tenar saat itu.
Lantas, siapa "pemilik" dekade 2010-an ini?
Melihat penampilan, prestasi, dan penghargaan, tampaknya semua tangan menunjuk ke arah Lionel Messi. Perantau asal Argentina ini membawa Barcelona juara Liga Champion dan Liga Spanyol. Sebagai penyerang, dia juga haus gol. Semua ini berbuah penghargaan FIFA Ballon d’Or pada Leo dari tahun 2009-2011.
Melihat penampilan, prestasi, dan penghargaan, tampaknya semua tangan menunjuk ke arah Lionel Messi. Perantau asal Argentina ini membawa Barcelona juara Liga Champion dan Liga Spanyol. Sebagai penyerang, dia juga haus gol. Semua ini berbuah penghargaan FIFA Ballon d’Or pada Leo dari tahun 2009-2011.
Kebintangannya pun menjadi buah bibir. Ditambah lagi, sosoknya sebagai “anak
baik-baik” yang tidak suka dugem seperti seniornya Ronaldinho. Orang-orang pun
bertanya-tanya mengapa bisa lahir seseorang seperti dirinya. Penjelasan-penjelasan
pun muncul. Dari yang hanya memakai argumen sederhana hingga yang ilmiah-rasional.
Beberapa hari lalu muncullah berita analisa ilmiah dari ilmuwan tentang
Messi. Salah seorang ilmuwan itu, Norbert Hagemann, mengatakan Messi memperoleh lebih banyak informasi
dari sekitarnya dibanding pemain yang kurang terampil. Lebih lanjut dikatakan
bahwa pemain seperti Messi “diberkahi kesadaran
sensorik yang biasa disebut orang sebagai indera keenam”. Bagi yang penasaran bisa membaca di sini.
Saya tidak tahu apakah para ilmuwan itu sering menyaksikan pertandingan
sepak bola, khususnya Lionel Messi, baik di Barcelona maupun timnas
Argentina. Sekiranya mereka pencinta sepak bola, telaah ilmiah itu seharusnya
bukan hanya menyangkut Messi seorang.
Tapi, sebagai seorang yang sudah sering menyaksikan pertandingan sepak
bola (di layar televisi tentu saja) saya merasa ada yang kurang dari penjelasan
para ilmuwan. Ini terkait dengan kehebatan Messi hanya di klub, tapi tidak di
timnas Argentina.
Andaikata apa yang dikatakan ilmuwan benar, tentu jadi pertanyaan bagi kita
mengapa “sensor” Messi tidak berlaku di timnas? Apakah kemampuan Messi bersifat
situasional, tidak untuk di manapun?
Di Barcelona, Messi punya rekan-rekan yang bisa memanjakan dirinya. Ini
yang tidak dipunyai tim Tango. Xavi atau Iniesta di El Barca adalah pengatur
irama dan pengumpan kelas wahid. Di kaki kedua orang ini, Messi menjadi haus
gol. Tidak hanya di klub. Kedua alumni La Masia itu juga melakukanya di timnas
Spanyol.
Gejala inilah yang tidak diamati oleh para ilmuwan. Mereka hanya melihat
Messi seorang. Sedangkan peran dari Xavi dan Iniesta tidak.
Karena itu saya akan menambahkan bagian penting ini: Messi bisa mengumpulkan
informasi itu dan mengambil keputusan (untuk mencetak gol misalnya) manakala
pemain lain memiliki intuisi yang sama dengannya. Dalam ilmu fisika, ini bisa
diistilahkan sebagai resonansi. Yakni ikut bergetarnya suatu benda karena
memiliki frekuensi (natural) yang sama dengan benda lain.
Kelemahan Messi adalah dia tidak bisa membuat “frekuensi” yang sama
dengan pemain lain. Akibatnya, di Argentina penampilannya melempem. Tentu bukan
karena tidak ada pemain yang skilnya cukup untuk memenuhi kriteria ini. Tapi
karena Messi hanya berperan sebagai obyek, bukan subyek. Sebagai obyek,
posisinya adalah disesuaikan, bukan menyesuaikan.
Barangkali, salah satu contoh pemain yang bisa menjadi subyek atau obyek
sekaligus adalah seniornya di timnas Argentina, Diego Maradona. Maradona bisa
hebat di timnas, sekaligus juga di klub. Itupun bukan klub besar melainkan
sekelas Napoli. Tapi Diego bisa memberi perubahan yang besar di klub itu. Dua
kali Napoli dibawanya meraih scudetto dan sekali juara piala UEFA.
Kelebihan ini tidak dipunyai Messi. Secara kualitas individu, Messi
mungkin sama, atau bahkan lebih baik ketimbang Maradona. Tapi kehebatannya itu
hanya muncul jika ada “subyek” yang bisa memenuhi apa yang dibutuhkannya. Dan itu didapatnya di
Barcelona, tidak di timnas Argentina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar